Chococino panas di musim dingin london, bisa disebut kreasi favoritnya untuk saat ini. Di depannya tak terhitung lembaran berserakan, dengan tinta hitam mencoret—hampir seluruh wajahnya. Deadline lagi, deadline lagi. Bahkan menghela nafas santai pun tidak mampu di cuaca beku begini. Bagaimana akan santai jika telepon genggammu selalu berbunyi tiap 10 menit sekali. Tidak peduli apapun kau harus mengangkatnya, meski dengan menggosok gigi ataupun memegangi handuk yang nyaris jatuh seusai mandi di sore hari.
Hidup memang penuh dilemma. Ketika kau menyukai sesuatu yang sangat dekat dengan sesuatu yang kau benci, mungkin saat itu kau akan sadar akan arti buah Simalakama yang sebenarnya. Namun menurut Erina kopi itu berbeda.
Klining! Begitu bel di coffe shop pinggir jalanan California itu berbunyi, seorang gadis usia sekolah yang berantakan, dengan kaos oblong, celana rombeng dan headset di telinganya masuk dengan suara lantang. Seolah menjamah di rumahnya sendiri.
Malam itu, dingin. Dan ia menunggu lagi di teras rumahnya dengan secangkir Latte, sambil sesekali menengok keluar gerbang, ke ujung jalan kalau saja seseorangng-ditunggunya akhirnya datang. Entah sejak kapan ia mulai menyukai kopi di depan rumah pada tengah malam seperti ini. Mungkin sejak Brahma, kekasihnya mulai mengerjakan skripsi untuk disidangkan pada akhir bulan depan.
Dilahirkan sebagai anak bungsu mungkin menjadi sesuatu yang diinginkan banyak orang. Beragam priviliege menggiurkan digembar-gemborkan seperti kasih sayang yang melimpah, perhatian yang lengkap dari segala sisi, serta pemakluman mutlak apabila mereka sedikit manja dengan alasan “biasa lah namanya juga anak bontot”.
Bagi
seorang mahasiswa kemampuan berbicara bisa dikatakan menjadi salah satu senjata
utama untuk berkembang dan mendapatkan track record yang baik selama kuliah.
Karena pengalaman masih minim dan tidak ada pencapaian profesional yang bisa
dipamerkan, mahasiswa perlu kemampuan public speaking yang baik dalam
mengemukakan ide-ide dalam otaknya. Karena memang yang dimiliki mahasiswa masih
berupa ide saja. Tapi ide yang sangat jenius sekalipun akan menjadi tidak
berharga seandainya tidak bisa diungkapkan, diceritakan, dan disebarluaskan
kepada banyak orang. Karena itu hampir di setiap kelas dan mata kuliah selalu
ada sesi diskusi yang entah itu berupa tanya jawab dengan dosen atau diawali
dengan presetasi kerja salah satu mahasiswa yang nantinya akan jadi
bulan-bulanan teman-temannya.
Toefl sudah bukan hal baru di dunia pendidikan termasuk dalam perkuliahan. Tuntutan seorang mahasiswa untuk pandai berbahasa inggris seperti udah jadi customary law dalam kehidupan kampus. Tidak jarang nilai toelf menjadi persyaratan untuk segera hengkang dari almamater tersayang. Entah jadi syarat ambil skripsi, atau syarat yudisium. Syarat ini terkadang memang membuat sakit kepala, apalagi buat orang-orang yang terlalu cinta tanah air seperti aku yang sampai kalau nonton film berbahasa inggris aja rela nyari indonesian subtitle mati-matian demi menonton film dengan khidmat. Nah begitu kepalang persyaratan toefl begini, rasanya dunia sudah mau kiamat aja. Jangankan nilai toefl 500, bedanya penggunaan do dan does aja aku masih belum ngerti. Mau kursus toefl mahalnya naudzubillah, apalagi kalau bercita-cita ingin ke kampung pare alamat nggak makan sebulan sih mahasiswa dengan kantong pas-pas an seperti saya. Dan di tengah-tengah keterpurukan itu, tingkat semster sudah mendekati angka-angka krisis, banyak tekanan dari banyak pihak, termasuk ancaman dicoret dari kartu keluarga kalau tidak menyelesaikan kuliah secepat mungkin, di saat itulah tiba-tiba Skill Academy muncul.
Postingan ini akan menceritakan kisah saya dengan Ruangguru, yang telah
membantu saya untuk masuk ke universitas yang saya inginkan. Dan cerita ini
dimulai dari tahun lalu.